Tidak semua hijauan makanan ternak (HMT) atau biji cereal, dan
tanaman lainya yang ada disekitar dapat diberikan untuk pakan ternak
kita. Ada sebagian yang membutuhkan beberapa proses terlebih dahulu agar
dapat diberikan ke ternak. Bahkan sebagian tidak boleh diberikan sama
sekali karena mempunyai kandungan racun.
Beberapa senyawa bisa menjadi tidak aktif dengan berbagai proses
seperti pencucian, perebusan atau pemanasan. Apabila panas digunakan
untuk menginaktifkan senyawa antinutrisi perlu dipertimbangkan agar
tidak merubah kualitas nutrisi bahan pakan, tetapi ada beberapa kejadian
kalau digunakan panas yang ekstrim bisa juga berperan untuk membentuk
senyawa toksik.
Adanya senyawa anti nutrisi dalam bahan pakan dapat menjadi pembatas
dalam penggunaannya dalam ransum, karena senyawa antinutrisi ini akan
menimbulkan pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan dan produksi
tergantung dosis yang masuk kedalam tubuh. Penggunaan bahan pakan yang
mengandung antinutrisi harus diolah dulu untuk menurunkan atau
menginaktifkan senyawa ini, tetapi perlu dipertimbangkan nilai ekonomis
dari pengolahan ini.
1. Phytat
Phytat merupakan salah
satu non polysaccharida dari dinding tanaman seperti silakat dan
oksalat. Asam phytat termasuk chelat (senyawa pengikat mineral) yang
kuat yang bisa mengikat ion metal divalent membentuk phytat komplek
sehingga mineral tidak bisa diserap oleh tubuh. Mineral tersebut yaitu
Ca, Zn, Cu, Mg dan Fe.
Pada sebagian besar cereal, 60-70 %
phosphor terdapat sebagai asam phytat, kecernaan molekul phytat sangat
bervariasi dari 0-50 % tergantung bahan pakan dan umur ternak. Ternak
muda lebih rendah kemampuan mencerna phytat, tetapi pada ternak dewasa
50%. Kecernaan phytat terjadi karena adanya phytase tanaman atau
sintetis phytase dari mikroba usus. Perlakuan panas pada ransum seperti
pelleting atau ekstrusi tidak terlihat memperbaiki kecernaan
pospor-phytat.
Cara memecahkan masalah adanya P-phytat dalam ransum yaitu :
Penambahan
phytase: kelemahan dari penambahan phytase ke dalam ransum akan
menambah biaya ransum dan phytase mudah rusak selama proses pelleting.
Sebagian besar phytase didenaturasi pada suhu 65°C. Sebaiknya enzym
phytase ditambahkan setelah proses pengolahan.
Penambahan sumber pospor lainnya kedalam ransum seperti dicalcium pospat.
Sebagian
besar cereal dan suplemen protein nabati relatif rendah kandungan
phytase kecuali dedak gandum, sedangkan biji yang mengandung minyak
kandungan phytat lebih tinggi.
2. Tannin
Tannin
adalah senyawa phenolic yang larut dalam air. Dengan berat molekul
antara 500-3000 dapat mengendapkan protein dari larutan. Secara kimia
tannin sangat komplek dan biasanya dibagi kedalam dua grup, yaitu
hydrolizable tannin dan condensed tannin. Hydrolizable tannin mudah
dihidrolisa secara kimia atau oleh enzim dan terdapat di beberapa legume
tropika seperti Acacia Spp.
Condensed tannin atau tannin
terkondensasi paling banyak menyebar di tanaman dan dianggap sebagai
tannin tanaman. Sebagian besar biji legume mengandung tannin
terkondensasi terutama pada testanya. Warna testa makin gelap menandakan
kandungan tannin makain tinggi.
Beberapa bahan pakan yang
digunakan dalam ransum ternak mengandung sejumlah condensed tannin
seperti biji sorgum, millet, rapeseed , fava bean dan beberap biji yang
mengandung minyak. Bungkil biji kapas mengandung tannin terkondensasi
1,6 % BK sedangkan barley, triticale dan bungkil kedelai mengandung
tannin 0,1 % BK. Diantara bahan pakan ternak yang paling tinggi
kandungan tannin terlihat pada biji sorgum (Sorghum bicolor).
Kandungan
tannin pada varietas sorgum tannin tinggi sebesar 2,7 dan 10,2 %
catechin equivalent. Dari 24 varietas sorgum kandungan tannin berkisar
dari 0,05-3,67 % (catechin equivalent). Kandungan tannin sorgum sering
dihubungkan dengan warna kulit luar yang gelap. Peranan tannin pada
tanaman yaitu untuk melindungi biji dari predator burung, melindungi
perkecambahan setelah panen, melindungi dari jamur dan cuaca.
Sorgum
bertannin tinggi bila digunakan pada ternak akan memperlihatkan
penurunan kecepatan pertumbuhan dan menurunkan efisiensi ransum pada
broiler, menurunkan produksi telur pada layer dan meningkatnya kejadian
leg abnormalitas.
Cara mengatasi pengaruh dari tannin dalam
ransum yaitu dengan mensuplementasi DL-metionin dan suplementasi agen
pengikat tannin, yaitu gelatin, polyvinylpyrrolidone (PVP) dan
polyethyleneglycol yang mempunyai kemampuan mengikat dan merusak tannin.
Selain itu kandungan tannin pada bahan pakan dapat diturunkan dengan
berbagai cara seperti perendaman, perebusan, fermentasi, dan penyosohan
kulit luar biji.
3. Gossypol
Penggunaan bungkil biji
kapuk (Cottonseed meal) pada hewan monogastrik dibatasi oleh kandungan
serat kasar dan senyawa toksik yaitu tannin dan gossypol yaitu pigmen
polyphenolic kuning. Konsentrasi gossypol dalam biji bervariasi diantara
spesies kapuk dan antara cultivarnya berkisar 0,3 dan 3,4 %. Gossypol
ditemukan dalam bentuk bebas, bentuk beracun dan bentuk ikatan yang
tidak toksik. Metode pengolahan biji kapuk menentukan kandungan gosipol
bebas.
Kandungan gossipol bebas pada pengolahan menggunakan
ekstrak pelarut berkisar antara 0,1-0,5 % tetapi untuk proses expeller
kandungan gossypol bebas kira-kira 0,05 %. Seluruh biji mempunyai
gossypol bentuk bebas. Broiler bisa toleran sampai level gosipol bebas
100 ppm tanpa terlihat pengaruh merugikan pada performan.
Ransum
layer mengandung < 50 ppm gossypol mencegah terjadinya green
discoloration pada kuning telur khususnya setelah penyimpanan serta
dapat menurunkan daya tetas dari telur fertile. Penambahan garam besi
(ferric sulphat) pada ransum yang biji kapuk dapat merusak gossypol
yaitu dengan mengikat grup reaktif gossipol dengan (Fe), dan kandungan
protein ransum yang tinggi juga dapat mencegah pengaruh merugikan dari
gossypol.
4. Saponin
Sebagian besar saponin
ditemukan pada biji-bijian dan tanaman makanan ternak seperti alfalfa,
bunga matahari, kedelai, kacang tanah . Saponin umumnya mempunyai
karakteristik yaitu rasa pahit, sifat iritasi mucosal, sifat penyabunan,
dan sifat hemolitik dan sifat membentuk komplek dengan asam empedu dan
kolesterol.
Saponin mempunyai efek menurunkan konsumsi ransum
karena rasa pahit dan terjadinya iritasi pada oral mucosa dan saluran
pencernaan. Pada anak ayam yang diberi 0,9 % triterpenoid saponin bisa
menurunkan konsumsi ransum, menurunkan pertambahan berat badan,
menurunkan kecernaan lemak, meningkatkan ekskresi cholesterol dan
menurunkan absorpsi vitamin A dan D.
5. Mimosin
Tepung daun lamtoro
(Leucaena leucocephala) kering sama dengan tepung biji kapuk sebagai
sumber protein. Penggunaan lamtoro bisa menekan pertumbuhan broiler dan
produksi telur pada layer. Nilai nutrisi yang rendah dari lamtoro karena
adanya mimosin. Lamtoro mengandung mimosin sebesar 3-5 % BK, tetapi
juga mengandung senyawa antinutrisi lain termasuk protease inhibitor,
tannin dan galactomannan.
Karena adanya mimosin ini penggunaan
lamtoro dalam ransum non ruminansia sebesar 5-10 % tanpa menimbulkan
gejala toxicosis. Efek yang merugikan dari mimosin, yaitu menurunkan
pertumbuhan dan menurunkan produksi telur. Ayam muda lebih sensitif dari
pada ayam dewasa.
6. Protease Inhibitor
Protease
inhibitor adalah senyawa yang bisa menghambat trypsin dan chymotripsin
dan umumnya pada tanaman mengandung konsentrasi yang rendah kecuali
kedelai. Kedelai cenderung mengandung protease inhibitor tinggi dan pada
cereal lainnya rendah. Memakan kedelai mentah mengakibatkan
meningkatnya berat pankreas.
Penghambatan aktivitas trypsin
berpengaruh pada pencernaan protein, karena tripsin adalah activator
dari semua enzim yang dikeluarkan oleh pankreas yaitu zymogen termasuk
trypsinogen, chymotripsinogen, proelastase dan carboxypeptidase.
Pengaruh utama dari tripsin inhibitor bukan menggangu pencernaaan
protein tetapi sekresi berlebihan dari pankreas.
Cholecystokinin
adalah peptide yang merangsang sekresi enzim pankreas dikeluarkan oleh
bagian proximal usus halus yang dikontrol oleh aktivitas umpan balik
negatif. Meningkatnya kadar tripsin di lumen usus akan menurunkan
sekresi cholecystokinin. Sekresi cholecystokinin oleh mucosa usus karena
adanya monitor peptide yaitu sebuah peptide yang disekresikan kedalam
getah pankreas.
Apabila pencernaan protein selesai maka monitor
peptide dirusak oleh trypsin dan sekresi cholecystokinin berhenti.
Adanya inhibitor trypsin dalam ransum, pankreas secara terus menerus
merangsang cholecystokinin sebab monitor peptide tidak dirusak oleh
trypsin. Kelebihan rangsangan ini menyebabkan terjadi hyperthrophy dan
hyperplasia dari pankreas yang terlihat dari berat pankreas meningkat.
Protease
inhibitor mudah dinetralkan dengan pemanasan. Kerusakan ini tergantung
dari suhu, waktu pemanasan, ukuran partikel dan kandungan air.
Pengolahan untuk menetralkan trypsin inhibitor harus dipertimbangkan
jangan sampai merusak nilai nutrisi dari kedelai.
7. Cyanogenic glycoside (Cyanogen)
Cyanogenic
glycoside, cyanoglycosida atau cyanogen adalah senyawa yang apabila
diperlakukan asam dan diikuti dengan hidrolisis oleh enzim tertentu akan
melepaskan hydrogen cyanida (HCN). Cyanoglycosida terdapat lebih dari
2000 spesies tanaman. Singkong (cassava) adalah hasil panen utama yang
mengandung cyanogen dalam jumlah tinggi.
Pengolahan singkong
secara tradisional yaitu umbi dipotong-potong dibawah air mengalir untuk
mencuci cyanogen. Alternatif lain yaitu umbi singkong dipotong-potong,
dihancurkan dan dikeringkan dibawah sinar matahari sampai HCN menguap.
HCN setelah dilepas dengan cepat diabsorpsi dari saluran gastro
intestinal masuk ke dalam darah. Ion Cianida (CN-) berikatan dengan Fe
heme dan beraksi dengan ferric (oxidasi) dalam mitokondria membentuk
cytochrome oxidase di dalam mitokondria, membentuk komplek stabil dan
menahan jalur pernafasan. Akibatnya hemoglobin tidak bisa melepas oxygen
dalam system transport electron dan terjadi kematian akibat hypoxia
seluler.
Beberapa cara mengurangi cyanogenic glycoside yaitu :
* Proses pembuatan pati menghilangkan cyanogen.
* Pencacahan, dikeringkan atau sebelumnya disimpan lebih dulu dalam keadaan basah bisa mengurangi 2/3 cyanogen dari segar.
8. Non- starch Polysaccharide
Non-starch
polysaccharide (NSP) adalah karbohidrat komplek yang terlihat di
endosperm dinding sel dari biji cereal. Karbohidrat ini sukar dicerna
sehingga lolos dari saluran pencernaan dan mengikat air sehingga
viscositas cairan di saluran pencernaan tinggi. Viscositas di saluran
pencernaan meningkat menyebabkan transport nutrient menurun dan absorpsi
menurun. Kedelai mengandung NSP dalam bentuk oligosaccharide.
Kedelai yang berasal dari berbagai negara mengandung oligosaccharida berbeda-beda. Pengaruh negatif dari NSP yaitu :
* Excreta lengket dan kadar air tinggi sehingga menimbulkan masalah litter.
* Menurunkan energi tersedia pada burung.
* Mempengaruhi mikroflora di saluran pencernaan.
Sumber : http://fapet.ipb.ac.id